Sejarah Sultan II Banten Maulana Yusuf dan penaklukan Pakuan Pajajaran terakhir menjadi kota Bogor

Surosowan-art doc
KH Tubagus Achmad Chotib (Residen Banten Pertama)
K.H TB Ahmad Chatib
Oleh: Fathul Wahhab



Surosowan-art doc

SEJARAH BANTEN

SEJARAH BANTEN

Saduran Bebas dari buku “THE SULTANATE OF BANTEN by Claude Guillot, Hasan M. Ambary and Jacques Dumarçay, Gramedia 1990”
ASAL MUASAL

Tidak banyak yang diketahui mengenai sejarah dari bagian terbarat pulau Jawa ini, terutama pada masa sebelum masuknya Islam. Keberadaanya sedikit dihubungkan dengan masa kejayaan maritim Kerajaan Sriwijaya, yang menguasai Selat Sunda, yang menghubungkan pulau Jawa dan Sumatera. Dan juga dikaitkan dengan keberadaan Kerajaan Sunda Pajajaran, yang berdiri pada abad ke 14 dengan ibukotanya Pakuan yang berlokasi di dekat kota Bogor sekarang ini. Berdasarkan catatan, Kerajaan ini mempunyai dua pelabuhan utama, Pelabuhan Kalapa, yang sekarang dikenal sebagai Jakarta, dan Pelabuhan Banten.
Dari beberapa data mengenai Banten yang tersisa, dapat diketahui, lokasi awal dari Banten tidak berada di pesisir pantai, melainkan sekitar 10 Kilometer masuk ke daratan, di tepi sungai Cibanten, di bagian selatan dari Kota Serang sekarang ini. Wilayah ini dikenal dengan nama “Banten Girang” atau Banten di atas sungai, nama ini diberikan berdasarkan posisi geografisnya. Kemungkinan besar, kurangnya dokumentasi mengenai Banten, dikarenakan posisi Banten sebagai pelabuhan yang penting dan strategis di Nusantara, baru berlangsung setelah masuknya Dinasti Islam di permulaan abad ke 16.

Peta Lokasi Banten Girang
Penelitian yang dilakukan di lokasi Banten Girang di tahun 1988 pada program Ekskavasi Franco – Indonesia, berhasil menemukan titik terang akan sejarah Banten. Walaupun dengan keterbatasan penelitian, namun banyak bukti baru yang ditemukan. Sekaligus dapat dipastikan bahwa keberadaan Banten ternyata jauh lebih awal dari perkiraan semula dengan ditemukannya bukti baru bahwa Banten sudah ada di awal abad ke 11 – 12 Masehi. Banten pada masa itu sudah merupakan kawasan pemukiman yang penting yang ditandai dengan telah dikelilingi oleh benteng pertahanan dan didukung oleh berbagai pengrajin mulai dari pembuat kain, keramik, pengrajin besi, tembaga, perhiasan emas dan manik manik kaca. Mata uang logam (koin) sudah digunakan sebagai alat pembayaran, dan hubungan internasional sudah terjalin dengan China, Semenanjung Indochina, dan beberapa kawasan di India.

Lokasi Banten Girang

Banten Girang : Pertapaan yang diukir di dalam bukit batu
Secara nyata, tidak ada keputusan final yang dapat diambil sebelum penelitian dilakukan lebih lanjut, tapi dapat dipastikan bahwa keberadaan Banten sudah berlangsung sangat lama dan teori bahwa keberadaannya dimulai pada saat terbentuknya Kerajaan Islam di Banten, tidak lagi dapat dipertahankan.
Bangsa Portugis telah mendokumentasikan keberadaan Banten dan sekitarnya pada awal abad ke 16, kurang lebih 15 tahun sebelum Kerajaan Islam Banten terbentuk.
Setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, bangsa Portugis memulai perdagangan dengan bangsa Sunda. Ketertarikan utama mereka adalah pada Lada yang banyak terdapat di kedua sisi Selat Sunda. Bangsa Cina juga sangat berminat pada jenis rempah rempah ini, dan kapal Jung mereka telah berlayar ke pelabuhan Sunda setiap tahunnya untuk membeli lada. Walaupun Kerajaan Pajajaran masih berdiri, namun kekuasaannya mulai menyusut. Kelemahan ini tidak luput dari perhatian Kerajaan Islam Demak. Beberapa dekade sebelumnya Kerajaan Demak telah menguasai bagian timur pulau Jawa dan pada saat itu bermaksud untuk juga menguasai pelabuhan Sunda. Masyarakat Sunda, memandang serius ekspansi Islam, melihat makin berkembangnya komunitas ulama dan pedagang Islam yang semakin memiliki peranan penting di kota pelabuhan “Hindu”.
Menghadapi ancaman ini, Otoritas Banten, baik atas inisiatifnya sendiri maupun atas seizin Pakuan, memohon kepada bangsa Portugis di Malaka, yang telah berulangkali datang berniaga ke Banten. Di mata otoritas Banten, bangsa Portugis menawarkan perlindungan ganda; bangsa Portugis sangat anti Islam, dan armada lautnya sangat kuat dan menguasai perairan di sekitar Banten. Banten, di sisi lain, dapat menawarkan komoditas lada bagi Portugis. Negosiasi ini di mulai tahun 1521 Masehi.
Tahun 1522 Masehi, Portugis di Malaka, yang sadar akan pentingnya urusan ini, mengirim utusan ke Banten, yang dipimpin oleh Henrique Leme. Perjanjian dibuat antara kedua belah pihak, sebagai ganti dari perlindungan yang diberikan, Portugis akan diberikan akses tak terbatas untuk persediaan lada, dan diperkenankan untuk membangun benteng di pesisir dekat Tangerang. Kemurah hatian yang sangat tinggi ini menggaris bawahi tingginya tingkat kesulitan yang dihadapi Banten. Pemilihan pembuatan benteng di daerah Tangerang tidak diragukan lagi untuk dua alasan : yang pertama, agar Portugis dapat menahan kapal yang berlayar dari Demak, dan yang kedua untuk menahan agar armada Portugis yang sangat kuat pada saat itu, tidak terlalu dekat dengan kota Banten. Aplikasi dari perjanjian ini adalah adanya kesepakatan kekuasaan yang tak terbatas bagi Portugis. Lima tahun yang panjang berlalu, sebelum akhirnya armada Portugis tiba di pesisir Banten, di bawah pimpinan Francisco de Sá, yang bertanggungjawab akan pembangunan benteng.
Sementara itu, situasi politik telah sangat berubah dan sehingga armada Portugis gagal untuk merapat ke daratan. Seorang ulama yang sekarang dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati, penduduk asli Pasai, bagian utara Sumatera setelah tinggal beberapa lama di Mekah dan Demak, pada saat itu telah menetap di Banten Girang, dengan tujuan utama untuk menyebarkan ajaran agama Islam. Walaupun pada awalnya kedatangannya diterima dengan baik oleh pihak otoriti, akan tetapi Ia tetap meminta Demak mengirimkan pasukan untuk menguasai Banten ketika Ia menilai waktunya tepat. Dan adalah puteranya, Hasanudin, yang memimpin operasi militer di Banten. Islam mengambil alih kekuasaan pada tahun 1527 M bertepatan dengan datangnya armada Portugis. Sadar akan adanya perjanjian antara Portugis dengan penguasa sebelumnya, Islam mencegah siapapun untuk merapat ke Banten. Kelihatannya Kaum Muslim menguasai secara serempak kedua pelabuhan utama Sunda, yaitu Kalapa dan Banten, penguasaan yang tidak lagi dapat ditolak oleh Pakuan.
Sebagaimana telah sebelumnya dilakukan di Jawa Tengah, Kaum Muslim, sekarang merupakan kelas sosial baru, yang memegang kekuasaan politik di Banten, dimana sebelumnya juga telah memegang kekuasaan ekonomi. Putera Sunan Gunung Jati, Hasanudin dinobatkan sebagai Sultan Banten oleh Sultan Demak, yang juga menikahkan adiknya dengan Hasanudin. Dengan itu, sebuah dinasti baru telah terbentuk pada saat yang sama kerajaan yang baru didirikan. Dan Banten dipilih sebagai ibukota Kerajaan baru tersebut.

Baduy (Orang Kanekes)


 


Kanekes
Baduy/Badui
Baduy-erin014-25.jpg
Keluarga Kanekes
Jumlah populasi
5.000 - 8.000
Kawasan dengan populasi yang signifikan
Banten, Indonesia
Bahasa
Dialek Baduy dari Sunda
Agama
Hinduisme (Sunda Wiwitan), Islam, Buddha (Minoritas)
Kelompok etnik terdekat
Sunda














Orang Kanekes atau orang Baduy/Badui adalah suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Populasi mereka sekitar 5.000 hingga 8.000 orang, dan mereka merupakan salah satu suku yang menerapkan isolasi dari dunia luar. Selain itu mereka juga memiliki keyakinan tabu untuk difoto. Selengkapnya >>>

Biografi Sultan Hasanuddin Banten

Selengkapnya >>>

SILSILAH SULTAN BANTEN

KETERANGAN SILSILAH SULTAN BANTEN DAN PUTRANYA

I. SYARIF HIDAYATULLAH – SUNAN GUNUNG JATI

ANAK-ANAKNYA ADALAH:
1. Ratu Pembayun.
2. Pangeran Pasarean
3. Pangeran Jayalalana
4. Maulana Hasanuddin
5. Pangeran Bratakelana
6. Ratu Winaon
7. Pangeran Turusmi


II. MAULANA HASANUDDIN – PANEMBAHAN SUROSOAN (1552-1570)

ANAK-ANAKNYA ADALAH:
1. Ratu Pembayun Fatimah
2. Maulana Yusuf
3. Pangeran Arya Japara
4. Pangeran Suniararas
5. Pangeran Pajajaran

6. Pangeran Pringgalaya
7. Pangeran Sabrang Lor
8. Ratu Keben
9. Ratu Terpenter
10. Ratu Biru
11. Ratu Ayu Arsanengah
12. Pangeran Pajajaran Wado
13. Tumenggung Wilatikta
14. Ratu Ayu Kamudarage
15. Pangeran Sabrang Wetan

III. MAULANA YUSUF – PANEMBAHAN PAKALANGAN GEDE ( 1570-1580)

ANAK-ANAKNYA ADALAH:
1. Pangeran Arya Upapati
2. Pangeran Arya Adikara
3. Pangeran Arya Mandalika
4. Pangeran Arya Ranamanggala
5. Pangeran Arya Seminingrat
6. Ratu Demang
7. Ratu Pacatanda
8. Ratu Rangga
9. Ratu Ayu Wiyos
10. Ratu Manis
11. Pangeran Manduraraja
12. Pangeran Widara
13. Ratu Belimbing
14. Maulana Muhammad

IV. MAULANA MUHAMMAD PANGERAN RATU ING BANTEN (1580-1596)

1. Pangeran Abdul Kadir

V. SULTAN ABDUL MUFAKHIR MAHMUD ABDUL KADIR-KENARI (1596-1651)

1. Sultan Abul Maali Ahmad Kenari (Putra Mahkota.)
2. Ratu dewi
3. Ratu Ayu
4. Pangeran Arya Banten
5. Ratu Mirah
6. Pangeran Sudamanggala
7. Pangeran Ranamanggala
8. Ratu Belimbing
9. Ratu Gedong
10. Pangeran Arya Manduraja
11. Pangeran Kidul
12. Ratu Dalem
13. Ratu Lor
14. Pangeran Seminingrat
15. Ratu Kidul
16. Pangeran Arya Wiratmika
17. Pangeran Arya Danuwangsa
18. Pangeran Arya Prabangsa
19. Pg. Arya Wirasuta
20. Ratu Gading
21. Ratu Pandan
22. Pangeran Arya Wiraasmara
23. Ratu Sandi
24. Pg. Arya Jayaningrat
25. Ratu Citra
26. Pg. Arya Adiwangsa
27. Pg. Arya Sutakusuma
28. Pg. Arya Jaya Sentika
29. Ratu Hafsah
30. Ratu Pojok
31. Ratu Pacar
32. Ratu Bangsal
33. RatuSalamah
34. Ratu Ratmala
35. Ratu Hasanah
36. Ratu Husaerah
37. Ratu Kelumpuk
38. RatuJiput
39. Ratu Wuragil

PUTRA MAHKOTA SULTAN ABUL MAALI AHMAD
ANAK-ANAKNYA diantaranya adalah:

1. Abul Fath Abdul Fattah
2. Ratu Panenggak
3. Ratu Nengah
4. Pangeran Arya Elor
5. Ratu Wijil Ratu Puspita


VI. SULTAN AGENG TIRTAYASA-ABUL FATH ABDUL FATTAH (1651-1672)

1. Sultan Haji
2. Pg. Arya Abd. Alim
3. Pg. Arya Ingayudadipura
4. Pg. Arya Purbaya


VII. SULTAN ABUN NASR ABDUL KAHAR-SULTAN HAJI ( 1672-1687 )

1. Sultan Abdul Fadhal
2. Sultan Abul Mahasin
3. Pangeran Muhammad Tahir
4. Pangeran Fadluddin

VIII. SULTAN ABDUL FADHL ( 1687-1690)

Tidak Berputra

IX. SULTAN ABUL MAHASIN ZAINAL ABIDIN ( 1690-1733)

1. Sultan Muhammad Syifa
2. Sultan Muhammad Wasi

X. SULTAN MUHAMMAD SYIFA ZAINUL ARIFIN ( 1733-1750)

1. Sultan Muhamamd Arif
2. Ratu Ayu

XI. SULTAN SYARIFFUDIN RATU WAKIL ( 1750- 1752)

Tidak Berputra

XII. SULTAN MUHAMMAD WASI ZAINUL ALIMIN (1752-1753)

Tidak berputra

XIII. SULTAN MUHAMMAD ARIF ZAINUL ASYIKIN ( 1753-1773)

1. Sultan Abul Mufakhir Muhammad Aliyudin
2. Sultan Muhyiddin Zainussholihin

XIV. SULTAN ABUL MAFAKHIR MUHAMMAD ALIYUDIN (1773-1799)

1. Sultan Muhammad Ishak Zainul Muttaqin

XV. SULTAN MUHYIDDIN ZAINUSSHOLIHIN (799-1801)

1. Sultan Muhammad Shaffiuddun

XVI. SULTAN MUHAMMAD ISHAQ ZAINUL MUTTAQIN (1801-1802)
XVII. SULTAN WAKIL PANGERAN NATAWIJAYA (1802-1803)
XVIII. SULTAN AGILLUDIN (ALIYUDDIN II) (1803-1808)
XIX. SULTAN WAKIL PANGERAN SURAMANGGALA (1808-1809)
XX. SULTAN MUHAMMAD SYAFIUDDIN (1809-1813)

XXI. SULTAN MUHAMMAD RAFIUDDIN (1813-1820)

SIAPAKAH SULTAN BANTEN TERAKHIR ?

  







Apabila kita baca sejarah Banten, kita akan menemukan bahwa sultan Banten terakhir adalah Rafiudin yang memerintah dari 1813-1809. Pertanyaannya: benarkan Rafiudin adalah sultan Banten terakhir? Sejauh ini buku-buku sejarah Banten mengamukakan demikian. Namun pada tulisan ini saya akan menawarkan satu versi sejarah yang berbeda, bahwa sultan Banten terakhir bukan Rafiudin, melainkan Sultan Muhammad Safiudin. Lalu siapakan Rafiudin yang menggantikan posisi Sultan Muhammad Safiudin itu? Ratu Ayu Mintorosasi Mahayanti Hendrawardani (86), buyut dari Sultan Muhammad Safiudin memberikan penjelasannya kepada penulis di rumahnya di Bintaro Tangerang. Selengkapnya >>>