Banten Girang, Awal Sejarah Banten?

Banten Girang, Awal Sejarah Banten?
22 Aug 2010
Hiburan Warta Kota
?

Jangan Salah Kaprah Ziarah

"INI datang ke sini mau doa, sembahyang, atau ada yang lain yang mau dikerjakan? Doa dan sembahyang di makam ini tidak salah, tapi jangan sampai menjadikan makam atau jenazah yang ada di dalamnya sebagai sebuah sarana sesembahan yang tidak jelas. Karena bukan itu makna berziarah," ujar Bui Hasan dengan tegas.

Pria tua yang sedang membersihkan ruang doa di tempat ziarah di lingkungan situs Banten Girang. Sempu, Serang, Banten, itu mengatakan hal itu kepada pengunjung di suatu petang akhir pekan lalu.

Ketegasan kata-kata yang dilontarkan pria berusia 65 tahun tersebut memang berdasar. Pasalnya, pria bernama lengkap Abdul Hasan itu seringkali melihat banyak peziarah yang salah kaprah memaknai aktivitas ziarah. Ia menuturkan, selama ini lingkungan situs Banten Girang dianggap sebagian orang sebagai tempat petilasan untuk mencari keberkahan dan memohon banyak hal.

Parahnya lagi, salah satu sudut di situs Banten Girang, yaitu yang berada di bagian depan, yang sebenarnya sejak ratusan tahun lamanya difungsikan sebagai tempat untuk persinggahan atau istirahat, justru disebut-sebut sebagai makam yang berisi kuburan lengkap dengan jenazah tokoh pemeluk Islam pertama di Banten.

"Saya melihat dan menilai sebagian orang yang datang ke lokasi ini malah seperti gila dengan keyakinan yang tidak jelas, dan hebatnya mereka malah merasa jauh lebih tahu. Saya menyebutnya seperti paranoid. Seharusnya tidak seperti itu," kata Bui Hasan.

Ditegaskannya bahwa tempat peristirahatan yang ada di bagian depan situs Banten Girang adalah maqom. Dan. maqom tidak dapat diidentikkan dengan kuburan yang berisi jenazah.

"Orang-orang yang datang ke sini ini saya perhatikan tidak pernah mencari informasi yang sebenarnya. Jadilah, maqom disebut-sebut layaknya makam, yang berisi kuburan dan jenazah. Seharusnya tidak seperti itu. Ini jadi salah kaprah tujuan orang berziarah. Bagaimana tidak, tempat yang tidak pernah dikeramatkan jadi keramat dan didoa-doa, bahkansampai ada pasang sajen dan dipuja-puji." ujarnya seraya tertawa.

Seharusnya, lanjut pria yang sejak tahun 2003 ditunjuk menjadi pengelola dengan status honorer dari Dirjen Kepariwisataan dan Badan Purbakala ini, orang yang datang berziarah hanya punya niat menghormati tokoh agama yang dimakamkan di lokasi tersebut.

"Cari informasi yang jelas, tanya, dan baca buku. Jadi sejarah bukan untuk ditafsirkan yang macam-macam. Dua tokoh yang dimakamkan di sini, yaitu Masjong dan Agusju, adalah dua orang Banten yang pertama kali masuk Islam. Mereka jadi tokoh yang ikut menyebarkan, jadi layak dihormati dengan doa, bukan yang lain-lain," tutur Bui Hasan, yang mengaku saat ini sedang memperbaiki tulisan tentang sejarah Banten.

Titik pusat keramaian

Meski belum sepenuhnya diketahui asal muasal nama Banten Girang, terutama dasar penyebutan Girang, cerita turun-temurun dan dari rentetan peristiwa yang jadi tulisan tentang perkembangan sejarah Banten mengungkapkan bahwa asal berdirinya Kerajaan Banten adalah dari lokasi Banten Girang.

Sebagian besar cerita itu ditulisan dalam buku tentang perjalanan sejarah Banten, yang catatannya dimulai dari tahun 932-1526 M. "Saya akan coba perbaiki dengan dasar sejumlah keterangan dan catatan dari berbagai jenis buku yang membahas sejarah Banten.

Dan, untuk saat ini sudah ditentukan bahwa sejarah Banten bukan di Banten lama, melainkan dari sini, dari Banten Girang yang ada di Sempu," kata Bui Hasan.

Dijelaskannya, di lokasi Banten Girang itulah dahulu - antara tahun 900-an hingga 1600-an - merupakan titik pusat keramaian. Karena, Kali Cibanten di Desa Sempu, yang berada di sisi barat situs Banten Girang, merupakan tujuan akhir dari kapal-kapal tongkang China, India, dan Belanda bersandar.

"Lokasi ini merupakan titik pusat keramaian awal dari Banten. Karena, kapal-kapal tongkang yang mau berdagang itu sandar di sini sampai ke jembatan kuning, yang kini berada di dekat alun-alun Serang. Namun, karena waktu itu Belanda begitu pintar dan mahir mengelabui, maka keyakinan sejarah akan Banten pun ikut dirusak dari memori orang Banten. Dan, akhirnya tempat yang seharusnya Jadi awal sejarah justru dijadikan sejenis petilasan," kata Hasan.

Tersisa

Selain tiga bangunan utama, yaitu dua tempat singggah dan kuburan yang diga-bungkan dengan tempat ibadah, sejumlah barang peninggalan saudagar- saudagar dari daratan China masih tersisa. Meski tidak terlalu terawat dan rapi tersimpan, benda-benda peninggalan ini dipamerkan kepada pengunjung.

Bui Hasan menjelaskan, sejumlah benda peninggalan yang sudah berusia ratusan atau ribuan tahun yang pernah ditemukan oleh warga sekitar situs, justru dianggap barang sakti atau bertuah. Bagi Bui Hasan, itu merupakan salah kaprah lain yang Juga terjadi.

"Sekarang ada lebih dari 300-an benda peninggalan berupa koin, gerabah, dan keramik, yang sebagian sudah pecah, coba ditata rapi agar bisa dilihat dan diketahui bahwa tanah Banten juga menyimpan perjalanan peradaban manusia," kata Hasan.

Sebagai catatan, situs Banten Girang ini akan mengalami puncak keramaian datangnya peziarah di awal-awal bulan Haji, menjelang Idul Adha, Idul Fitri, dan memasuki bulan Puasa. Seperti biasa, orang yang datang akan berdoa di dua lokasi persinggahan dan makam dari Masjong serta Agusju. (eel)